Tuesday, July 28, 2009

selimut perempuan

Subuh remang. Laki-laki kekar bertato berjalan sempoyongan menyusuri gang sempit. Matanya merah. Mulutnya menguar alkohol. Di sisi gang terdapat selokan dengan air keruh, cokelat. Jika tidak hati-hati, laki-laki kekar bertato bisa tercebur selokan hanyut terbawa deras arus. Baru akan diketahui beberapa jam kemudian entah di ujung selokan sebelah mana setelah menjadi mayat. Setelah tubuhnya mengapung penuh lumpur dan mungkin juga rusak. Mungkin orang-orang masih mengenalinya. Mungkin juga tidak.

Laki-laki kekar bertato terus berjalan. Kakinya seolah panjang sebelah membuat tubuhnya yang kekar berotot bergoyang tidak seimbang. Tapi laki-laki kekar bertato hampir sampai. Dalam nanar pandang laki-laki kekar bertato melihat kerlip lampu di teras rumahnya menyala redup. Laki-laki kekar bertato kian mempercepat langkah. Ia harus sampai rumah sebelum terang menyentuh tanah.

Gemetar kaki laki-laki kekar bertato sewaktu menaiki undakan teras. Pandangan matanya kian nanar. Nafasnya sesak, sengal. Laki-laki kekar bertato mengetuk pintu perlahan dan menunggu seseorang membuka pintu dari dalam. Tapi belum ada tanda-tanda pintu dibuka, membuat laki-laki kekar bertato gelisah berjalan mondar-mandir di teras rumah. Sejurus kemudian laki-laki kekar bertato menghampiri kursi panjang di teras rumah. Ngantuk. Merebahkan tubuhnya di situ lalu tidur. Mendengkur.

PEREMPUAN itu cantik, tubuhnya sintal. Kerling matanya sering menggoda. Di kamarnya pagi ini ia sedang tidur, seluruh tubuhnya terbalut selimut. Tapi mendadak ia bangun saat mendengar suara dengkur dari luar. Ia cukup hafal dengan suara dengkur itu. Tiba-tiba jantungnya berdebar. Sejuta cemas menyergap dadanya seperti sergapan polisi di pagi buta. Buru-buru ia membangunkan seseorang di sebelahnya. Tapi orang itu tidurnya sangat lelap, lelah.

"Bangun! Bangun! Bangun!" bisik perempuan sintal menggoyang-goyang tubuh orang di sebelahnya. Tapi orang di sebelahnya hanya menggeliat sebentar, matanya masih terpejam. Perempuan sintal kembali menggoyang-goyang orang di sebelahnya lebih keras hingga bangun.

Laki-laki itu muda dan tampan membuka mata. Silau matanya berkedip-kedip. Sejenak menatap perempuan sintal di sebelahnya, laki-laki muda tampan merasa heran, melihat ketakutan di wajah perempuan sintal. "Ada apa?" tanya laki-laki muda tampan tanpa dosa. Perempuan sintal tidak menjawab, menempelkan jari telunjuknya di bibir laki-laki muda tampan.

Laki-laki muda tampan segera sadar sewaktu mendengar suara dengkur dari luar. Cepat menyibak selimut, lupa tubuhnya masih telanjang. Menyambar celana dalam merah di lantai, kaos kuning, jaket hijau dan celana panjang. Buru-buru laki-laki muda tampan mengenakannya. Tapi setelah selesai, ia kembali bingung tidak tahu harus berbuat apa. Wajahnya pucat. Tapi perempuan sintal sigap membuka jendela kamar. Lalu dengan isyarat tangan menyuruh laki-laki muda tampan agar segera keluar lewat jendela.

Dingin pagi menyergap tubuh laki-laki muda tampan sewaktu mengendap-endap melintas di kebun samping rumah. Tubuhnya menggigil gemetar, takut, juga kedinginan. Ketika sampai di teras depan, laki-laki muda tampan berhenti sebentar dan sepintas melihat laki-laki kekar bertato tidur mendengkur di kursi panjang. Laki-laki muda tampan mencium bau alkohol menyengat dari tubuh laki-laki kekar bertato. Membuat perutnya mual mau muntah. Tapi laki-laki muda tampan kemudian cepat berlalu.

Berjalan di gang sempit, laki-laki muda tampan masih ngantuk berat. Berkali-kali menguap. Di sisi gang terdapat selokan dengan air keruh, cokelat. Jika tidak hati-hati laki-laki muda tampan bisa tercebur selokan dan hanyut terbawa deras arus. Baru akan diketahui beberapa jam kemudian entah di ujung selokan sebelah mana setelah menjadi mayat. Setelah tubuhnya mengapung penuh lumpur dan mungkin juga rusak. Mungkin orang-orang masih mengenalinya. Mungkin juga tidak.

PEREMPUAN sintal membawa selimut keluar. Membentangkan selimut itu di tubuh laki-laki kekar bertato yang tidur di kursi panjang teras rumah. Selimut itu tadi baru saja dipakai oleh laki-laki muda tampan yang kini sudah pulang. Tampak semakin nyenyak tidur laki-laki kekar bertato setelah tubuhnya terbungkus selimut. Dengkurnya semakin keras. Perempuan sintal kemudian kembali masuk ke dalam rumah. Beberapa jam lagi laki-laki kekar bertato akan bangun. Ia harus menyiapkan sarapan pagi.

Tapi ketika sampai dapur perempuan sintal ingat, persediaan beras, sayur dan bumbu masak sudah habis. Ia mesti belanja ke pasar. Perempuan sintal segera mengambil dompet di kamar, melihat isinya, dan hampir saja niatnya belanja ke pasar batal saat mengetahui isi dompet itu kosong. Tapi tiba-tiba perempuan sintal ingat, laki-laki muda tampan tidak seperti biasanya semalam memberi uang lumayan banyak. Uang itu ditaruh di bawah bantal. Perempuan sintal segera mengambil uang itu lalu dimasukkan ke dalam dompet.

Menyisir rambut sebentar di depan cermin, perempuan sintal kemudian berangkat ke pasar. Melewati gang sempit, di sebelahnya selokan dengan air keruh, cokelat. Sambil berjalan perempuan sintal terbayang-bayang wajah laki-laki muda tampan. Membuat kakinya sesekali terantuk batu. Jika tidak hati-hati perempuan sintal bisa tercebur selokan hanyut terbawa deras arus. Baru akan diketahui beberapa jam kemudian entah di ujung selokan sebelah mana setelah menjadi mayat. Setelah tubuhnya mengapung penuh lumpur dan mungkin juga rusak. Mungkin orang-orang masih mengenalinya. Mungkin juga tidak.

DUDUK di kursi teras depan, laki-laki kekar bertato sudah mandi dan rapi. Di meja bundar sebelahnya secangkir kopi mengepul. Tapi laki-laki kekar bertato terlihat gelisah, rokoknya habis. Kopi tanpa rokok seperti nasi tanpa lauk. Beruntung perempuan sintal tiba-tiba datang dari pasar membawa seplastik belanjaan. Laki-laki kekar bertato tersenyum menyambut perempuan sintal. Mengedipkan mata, memberi isyarat minta uang. Perempuan sintal kemudian membuka dompet mengangsurkan selembar lima ribu masih baru. Laki-laki kekar bertato menerima uang itu lalu dimasukkan saku celana.

"Persediaan uangmu masih banyak?" tanya laki-laki kekar bertato sambil bangkit berdiri.

Perempuan sintal gugup tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. Selama ini laki-laki kekar bertato tak pernah menanyakan persediaan uang. Terpaksa perempuan sintal kembali membuka dompetnya, melihat lembaran-lembaran uang di dalam dompet, --- mungkin masih ada seratus ribu ribu bahkan lebih. Tapi perempuan sintal menjawab singkat, "Ah, nggak. Paling hanya sampai hari besok!" Perempuan sintal cepat-cepat memasukkan dompetnya ke dalam plastik belanjaan.

Laki-laki kekar bertato tersenyum mengangguk-angguk. Tapi senyum itu terlihat aneh di mata perempuan sintal. Membuat perempuan sintal didera gelisah, khawatir. Untung laki-laki kekar bertato segera beringsut. Berjalan menuju warung sembari bersiul-siul.

PUCAT dan terkejut laki-laki muda tampan ketika melihat laki-laki kekar bertato berjalan menghampirinya. Apa yang akan dilakukan laki-laki kekar bertato? Tanya laki-laki muda tampan dalam hati cepat-cepat membayar segelas kopi, rokok dan mi rebus. Laki-laki muda tampan ingin segera kabur meninggalkan warung. Tapi penjual warung terlalu lama memberi uang kembalian. Membuat laki-laki muda tampan harus menunggu sebentar.

Penjual warung telah memberi uang kembalian pada laki-laki muda tampan yang bediri gelisah di depan warung. Laki-laki muda tampan segera menyambar uang kembalian itu dan cepat-cepat pergi meninggalkan warung. Tapi seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dari belakang. Laki-laki muda tampan menoleh. Seketika wajahnya pucat saat beradu tatap dengan laki-laki kekar bertato yang berdiri di belakangnya.

Gemetar, takut, laki-laki muda tampan segera menunduk. Ia takut berkelahi dan pasti kalah jika yang dihadapi laki-laki kekar bertato. Laki-laki kekar bertato menatap tajam laki-laki muda tampan lalu menarik lengan laki-laki muda tampan, diajak ke seberang jalan. Entah apa yang dibicarakan laki-laki kekar bertato, laki-laki muda tampan lebih banyak diam, sesekali mengangguk-angguk dan kini sedikit pun tidak terlihat rasa takut di wajahnya.

DI kamarnya pagi ini perempuan sintal sedang tidur, seluruh tubuhnya terbalut selimut. Tapi mendadak perempuan sintal bangun saat mendengar suara dengkur dari luar. Perempuan sintal cukup hafal dengan suara dengkur itu. Tiba-tiba jantungnya berdebar. Sejuta cemas menyergap dadanya seperti sergapan polisi di pagi buta. Buru-buru perempuan sintal membangunkan seseorang di sebelahnya. Tapi orang itu tidurnya sangat lelap, lelah.

"Bangun! Bangun! Bangun!" bisik perempuan sintal menggoyang-goyang tubuh seseorang di sebelahnya. Tapi orang di sebelahnya hanya menggeliat sebentar, matanya masih terpejam. Perempuan sintal kembali menggoyang-goyang orang itu lebih keras hingga bangun.

Laki-laki itu muda dan tampan membuka mata. Silau matanya berkedip-kedip. Sejenak menatap perempuan sintal di sebelahnya, laki-laki muda tampan merasa heran, melihat ketakutan di wajah perempuan sintal. "Ada apa?" tanya laki-laki muda tampan tanpa dosa.

"Suamiku pulang! Cepat keluar lewat jendela!" kata perempuan sintal wajahnya cemas.

Tapi laki-laki muda tampan justru meraih tubuh perempuan sintal, mendekapnya erat. Perempuan sintal meronta ingin melepaskan diri. Tapi dekapan laki-laki muda tampan cukup kuat, dan semakin kuat manakala perempuan sintal meronta berusaha melepaskan diri. Mata laki-laki muda tampan tiba-tiba berahi.

"Kamu gila! Suamiku bisa menggorok leher kamu!" kata perempuan sintal serak.

Laki-laki muda tampan malah tertawa. "Suamimu sudah mengizinkan. Kemarin aku sudah memberi dia uang...," ucap laki-laki muda tampan datar mulai mencumbui pipi perempuan sintal.

Terngungun, tak bisa berkata-kata, perempuan sintal mendengar ucapan laki-laki muda tampan. Tubuhnya tiba-tiba lemas tak bertenaga. Tak bergairah. Meski, ya, meski, kini laki-laki muda tampan mulai menyingkap selimutnya.

Sementara di luar subuh masih remang. Laki-laki kekar bertato tidur di atas kursi panjang. Pulas. Mendengkur.

teguh winarsho as


No comments:

Post a Comment